Rabu, 12 April 2017

IMAGINASI CINTA (Pernyataan Cinta)



Hari ke 28 SP

Acara puncak Sosialisasi Pendidikan segera berlangsung di pagi hari ini. Semua panitian sudah sibuk dari kemarin sore dan baru tidur larut malam tadi.

Aina dan Talita yang bangun lebih dulu segera membangunkan semua panitia yang masih tertidur di waktu subuh. Setelah selesai beribadah, semua panitia bergegas bergantian mandi dan mempersiapkan perlengkapan untuk hari ini. Barang-barang yang kebanyakan dipinjamkan oleh warga desa, diangkut dengan hati-hati menuju balai desa menggunakan mobil bak terbuka yang juga hasil pinjaman dari warga desa. 

“Ai ini mau ditaro di mana?”

Tanya Fadil dan Dani yang sedang mengangkut kuali besar berisi bahan-bahan untuk memasak kambing guling dan ayam bakar.

“Taruh di samping mushola saja, biar di sana jadi dapur untuk tim konsumsi. Tolong hati-hati ya naro nya, soalnya itu barang kan dipinjemin warga. Jadi jangan sampe ada yang rusak…”


Aina menjawab dengan cepat untuk meringankan beban kedua temannya.

“Oke”

Jawab Fadil dan Dani yang kemudian menaruh semua barang dengan hati-hati di samping musholah.

Setelah semua persiapan tim panampil yang terdiri dari Sheila, Iqbal, Dani, Fadil, Miftah, Rahmat, dan Kayla selesai, MC hari itu yang bukan lain adalah Zaky segera memulai acara perpisahan dengan penduduk desa. Warga sedikit demi sedikit mulai memadati balai desa sampai ke halamannya.

Tim pembuat kambing guling dan ayam bakar pun segera bergegas membuat api dari arang dan batok serta sabut kelapa. 

Hari semakin siang, beberapa penampil baik dari panitia SP maupun wakil dari warga desa sudah selesai dengan penampilannya.

Saatnya makan siang dan warga desa pun mulai mengantri untuk mengambil makanan yang sudah dipersiapkan panitia di halaman balai desa.

Saat sebagian panitia sibuk membagikan makanan, membakar kambing dan ayam yang tersisa, beberapa panitia malah mengobrol di pojokkan. Mereka hanya diam sambil mengobrol tanpa membantu panitian yang sedang kewalahan dengan antrian warga yang membludak.

Sheila hanya sibuk untuk menolong Hail yang berganti peran dari cameramen menjadi pembuat kambing guling.

Masak memasak telah selesai dan semua panitia turut membantu mebagikan makanan kecuali beberapa orang.

Aina sudah menegur mereka namun tidak ada perubahan sama sekali. Sheila, Iqbal, dan Miftah malah tetap asik mengobrol di pojokkan.

Setelah semua makanan ludes dimakan oleh warga desa, saatnya penutupan acara yang diakhiri kembali oleh tim penampil dari panitia. Acara pun selesai hari itu.

Semua panitia berbenah merapihkan balai desa dan halaman sekitar, Aina dan Zaky memberikan tugas kepada beberapa panitia untuk merapihkan barang-barang, termasuk Sheila.
Sheila ditugaskan untuk merapihkan piring-piring dan mengembalikannya kepada warga desa yang sudah meminjamkan piring-piringnya. Namun bukannya mengerjakan tugasnya, ia malah menyuruh Rahmat untuk mengerjakan tugasnya. Sedangkan Sheila kembali masuk ke balai desa untuk membantu Hail bebenah Balai Desa.

Aina yang bingun kenapa Rahmat malah membereskan piring, bertanya kepada Rahmat.
“Mat kenapa jadi kamu yang beresin piring-piring ini?”

“Tadi kata Sheila kamu yuruh aku untuk mebereskan piring-piring jadi aku ke sini untuk bantu-bantu.”

Papar Rahmat.

“Aku tadi suruh Sheila, bukan kamu…”

Aina menjadi semakin kesal dengan kelakuan Sheila yang semakin menjadi-jadi.

“Yaudah biar aku bantu cuci deh, terus kamu bantu balikin ya…”

Aina akhirnya mengalah.

“Oke…”

Rahmat hanya bisa setuju karena bingung dengan kelakuan Sheila.

Saat tengah mencuci piring-piring kotor, Hail datang untuk mencuci tangannya yang kotor terkena debu-debu dari karpet di balai desa.

“Na gue numpang sekalian cuci tangan dan muka ya… kotor nih kena debu di dalem.”

Hail menyapa Aina yang hanya sendirian di dekat keran samping musholah.

“Iya gak pa pa, sekalian aja… toh kerannya ada dua…”

Aina mempersilahkan Hail sambil terus sibuk mencuci piring.

“Lo sendirian aja na? gak takut apa? Oiya gue boleh sekalian minta sabunnya ya…”

Hail bertanya untuk memecah keheningan yang hanya diisi oleh suara gemercik air.

“Iya, gue udah biasa kok… boleh nih ambil aja…”

Jawab Aina sambil menyodorkan sabun cair yang ia pegang.

“Na… “

Belum selesai Hail berbicara, kemudian datang Sheila dari dalam balai desa.

“Hail kamu ke mana aja? Aku cariin juga dari tadi…”

Sapa Sheila dengan nada suaranya yang dibuat seseksi mungkin.

“Lo nih ngapain sih! Dari tadi nempel-nempel terus. Orang banyak kerjaan juga!”

Bentak Hail.

“Kok kamu ngomongnya gitu sih Hail… Kan aku juga bantu-bantu di dalam tadi…”

Bela Sheila.

“Terserah deh!”

Hail sudah malas mendengar omongan Sheila.

Hening kembali menyelimuti.

“Minggir-minggir! Mending kamu pake sabun aku aja Hail, nanti tangan kamu kasar kalau pake sabun itu…”

Ucap Sheila sembari menyikut Aina sampai hampir jatuh.

“…”

Aina dan Hail hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Sheila barusan.

Setelah itu Aina meninggalkan pekerjaannya dan masuk ke dalam mushola yang kebetulan tidak ada orang. Tugasnya ia titipkan untuk diteruskan oleh Rahmat yang tinggal mengembalikan semua piring yang sudah bersih ke rumah warga yang meminjamkannya.

***

Aina yang menjadi tidak mood tiba-tiba terisak di dalam mushola. Merasa lelah dengan kegiatan hari itu dan sikap Sheila yang menjadi semakin buruk kepadanya, serta hari yang semakin menggelap, membuat kelelahan Aina semakin bertambah.

Salahku apa sih sama kamu Sel, kamu kok begini banget ke aku.

Saat Aina sedang terisak sendirian, Zaky lewat di depan mushola. Karena mendengar seseorang sedang terisak di dalam mushola, Zaky mundur kembali dan kemudian menghampiri asal suara.

“Ai lo ngapain di sini sendirian?”

Tanya Zaky tanpa membahas kenapa Aina menangis.

“Nggak kok… gue cuma beresin tempat masak ini ke dalem box lagi, Cuma dari tadi gak bisa-bisa, jadi kesel sendiri deh…”

Jawab Aina, memberikan alasan terbaik yang bisa ia berikan saat itu.

“Sini biar gue bantu."

Zaky masuk ke dalam mushola dan membantu pekerjaan Aina. Setelah Zaky mencoba untuk memasukan alat masaknya, ia berhasil dengan mudahnya.

“Ini bisa kok… makanya kalau butuh bantuan bilang aja Ai… lo jangan diem diem aja sendirian di sini.. kan kesel sendiri jadinya… kalau lo ada masalah, cerita aja.. siapa tau gue bisa bantu.”
Zaky mencoba untuk menghibur Aina.

“Makasih ya… Yaudah yuk kita makan di balai desa.”

Aina mengelak sembari berdiri dan berjalan keluar dari musholah. Langkahnya diikuti oleh Zaky yang terus memperhatikan Aina, kalau-kalau Aina masih sedih atau kenapa-kenapa.

***

Hari ke 29 SP

Hari full terakhir di Desa Kemuning, diisi seluruh panitia Sosialisasi Pendidikan dengan perpisahan secara formal kepada Kepala Desa dan beberapa petinggi desa lainnya.

Acara yang diisi kebanyakan dengan rasa syukur, terimakasih, serta nasihat-nasihat kehidupan, membuat waktu tak terasa terlewat beberapa jam. Berangkat saat siang dan pergi saat hari sudah mulai senja.

Sesampainya di rumah, semua panitia kemudian berkumpul untuk evaluasi acara selama sebulan penuh. Selain evaluasi, keluh kesah dari seluruh panitia juga akan didengarkan oleh semua panitia SP.

Mulai dari yang kesal karena tidak biasa bangun pagi, ada pula yang tidak suka bersih-bersih, bahkan ada yang protes karena makanan di hari tertentu selalu tidak enak, atau bahkan yang curhat karena kesal dengan panitia lainnya.

Aina termasuk ke dalam yang protes mengenai kelakuan beberapa panitia yang hanya kerja jika dilihat orang dan mengobrol di pojokkan jika tidak ada yang lihat.

Orang-orang yang merasa tersentil kemudian meminta maaf, kecuali Sheila. Sheila merasa bahwa Aina tidak pantas menerima permintaan maafnya dan Aina lah yang seharusnya meminta maaf karena memberikan Sheila terlalu banyak tugas. Aina yang sudah lelah dengan sikap Sheila mengalah demi kedamaian di malam terakhir mereka di Desa Kemuning.

***

Setelah selesai dengan semua acara evaluasi dan berbagi keluh kesah, beberapa panitia mulai sibuk dengan hobi masing-masing.

Aina yang lelah dengan sikap Sheila, menyendiri ke teras samping rumah. Hail menghampiri Aina yang tengah duduk sendirian. Lalu Hail ikut menemani Aina duduk di teras.

“Na… lo ngapain sendirian di sini? Masih kesel sama omongan Sheila tadi ya?”

Aina yang kaget dengan omongan Hail, kemudian balik bertanya.

“Menurut lo? Udah lah gak usah dibahas lagi… toh besok kita semua udah pulang ke rumah masing-masing.”

“Na… Sebenarnya kemaren gue mau ngomong sesuatu pas kita berdua aja samping musholah.”

Hail kembali memulai percakapan melihat wajah Aina yang mulai terlihat sedih.

“Iya, kenapa Hail? Ada yang bisa gue bantu?”

Aina yang memang sedang evaluasi diri sendiri, tetap terdiam tak berkutik.

“Gue rasa… gue suka sama lo.”

Hail berbicara sambil memandang Aina dari samping.

“Lo becanda ya? Gak lucu tau!”

Aina langsung berputar 30 derajat ke arah Hail. Aina yang tadinya kaget, menjadi kesal mendengar omongan Hail tadi karena merasa hail sedang mengerjainya.

“Gue serius, gak tau sejak kapan. Gue jadi nyaman di deket lo dan gue juga ngerasa lo itu beda dari cewek-cewek yang selalu nempelin gue. Lo sama gue kan sehobi na... apa lo gak ngerasa nyaman di deket gue?”

Hail menjelaskan alasan perasaannya kepada Aina.

"Tapi gimana dengan perasaan Sheila ke lo? Emang kurang jelas ya perasaan dia ke lo?"

Aina balik bertanya kepada Hail.

"Gue gak suka sama cewek kayak Sheila. Kenapa coba jadi cewek kayak gak punya harga diri aja! nempel-nempel mulu. Padahal udah jelas-jelas gue bilang gak suka sama dia. Lo jangan salah paham lah tentang hubungn gue sama dia. Gue gak ada apa-apa sama dia."

Hail menjadi sedikit emosi mendengar pertanyaan Aina. Namun kembali mendingin saat menjelaskan hubungannya dengan Sheila kepada Aina. Aina yang mengerti perasaan Hail kemudian melanjutkan jawaban yang sudah ia pikirkan dari tadi.

“Tapi… gue cuma ngerasa nyaman sebagai temen sama lo Hail. Apa harus kita punya hubungan lebih dari temen? Kan sekarang kita juga udah enak begini aja…”

Aina tidak ingin menyakiti hati Hail dengan menolaknya secara kasar, jadi dia memberikan pilihan kepada Hail.

“Gue ngerasa kurang seneng aja tiap ada cowok yang deket-deket sama lo… gue rasa beberapa cowok di rumah ini juga ngerasa hal yang sama kayak gue. Makanya gue gak mau keduluan sama mereka.”

Hail menegaskan perasaannya kepada Aina.

“Itu cuma perasaan lo aja kali Hail… Gue sama yang lain di sini itu cuma temenan aja kok, gak ada yang lebih. Sama kayak lo dan gue sekarang.”

Aina turut mempertegas jawabannya.

“Yaudahlah… mungkin emang cuma perasaan gue. Tapi tetep, gue udah nyatain perasaan gue ke lo dan gue tunggu jawaban lo besok ya Na…”

Hail tidak ingin menerima penolakan dari Aina dan memutuskan untuk memberikan Aina waktu untuk berpikir lebih jauh mengenai hubungan mereka.

***

Saat panitia wanita lainnya sudah terlelap pulas, Aina baru hendak terlelap dengan berbagai pertanyaan di kepalanya, dering HP di samping bantal memaksanya untuk bangkit dan duduk kembali untuk mengangkat telpon yang tidak lain berasal dari Haris.

“Halo? Kenapa ris telpon malem-malem begini?”

“Lo udah tidur ya? Sorry gue ganggu. Kalau gitu gue lanjutin besok aja deh ya…”

Haris yang mendengar nada suara Aina yang lelah, merasa tidak enak untuk menyampaikan niatnya kepada Aina.

Aina yang sudah terlanjur bangun dan keluar dari kamar kemudian meminta Haris melanjutkan omongannya.

“Gak pa pa lanjutin aja Ris omongan lo… gue juga emang belum tidur kok.”

“Oke gue lanjutin." Haris sempat diam sejenak sebelum melanjutkan omongannya tadi.

"Ai… gue gak bisa boong kalau di sini gue ngerasa lo itu cewek yang paling bisa ngertiin gue, jadi gue rasa…”

Belum selesai Haris berbicara Aina sudah memotong omongan Haris.

“Sebentar… lo gak bakal bilang kalau lo ada rasa kan sama gue Ris?”

Haris terdiam karena niatnya ketahuan, namun kemudian memutuskan untuk melanjutkan omongannya yang terpotong.

“Iya gue suka sama lo Ai. Gue beneran suka dan serius suka sama lo, gak bercanda.”

Ucapan Haris itu membuat Aina bingung akan menjawab apa. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa kedua sahabat barunya di acara SP ini mengutarakan cinta kepada dirinya. Aina sendiri yang memang awalnya menyukai Haris menjadi bimbang harus menjawab apa. Maka ia meminta waktu untuk menjawab pernyataan Haris sampai esok hari.

“Hmm… kalau gue jawab besok aja gak pa pa kan ya?”

Haris yang memang belum siap mendengan jawaban Aina setuju dengan keputusan tersebut.

“Oke gue tunggu jawaban lo besok Ai… malem Ai… have a nice dream”

Haris mengakhiri percakapannya dengan suara yang manis.

Aduh... kenapa coba dua cowok itu bilang suka sama gue hari ini
Bikin pusing aja sih
Bisa-bisa gue dicincang sama Sheila kalau gue nerima Hail
Apa gue terima Haris aja ya?
Tapi gimana sama Hail…
Gue gak pengen pendapat dia tentang cewek makin buruk
Lagian si Haris ini,  kenapa baru hari terakhir ini dia bilangnya coba?
Gimana coba sama persahabatan mereka kedepannya kalau salah satunya gue terima?
Masa gue tega ngerusak persahabatan mereka...
Gak tau ah, pusing

Aina yang lelah berdebat dengan pikirannya sendiri, kemudian terlelap tanpa memiliki jawaban untuk dua sosok tampan di SP ini besok.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar