Hari ke 28 SP
Acara puncak
Sosialisasi Pendidikan segera berlangsung di pagi hari ini. Semua panitian
sudah sibuk dari kemarin sore dan baru tidur larut malam tadi.
Aina dan
Talita yang bangun lebih dulu segera membangunkan semua panitia yang masih
tertidur di waktu subuh. Setelah selesai beribadah, semua panitia bergegas
bergantian mandi dan mempersiapkan perlengkapan untuk hari ini. Barang-barang
yang kebanyakan dipinjamkan oleh warga desa, diangkut dengan hati-hati menuju
balai desa menggunakan mobil bak terbuka yang juga hasil pinjaman dari warga
desa.
“Ai ini mau
ditaro di mana?”
Tanya Fadil
dan Dani yang sedang mengangkut kuali besar berisi bahan-bahan untuk memasak
kambing guling dan ayam bakar.
“Taruh di
samping mushola saja, biar di sana jadi dapur untuk tim konsumsi. Tolong
hati-hati ya naro nya, soalnya itu barang kan dipinjemin warga. Jadi jangan
sampe ada yang rusak…”
“Oke”
Jawab Fadil
dan Dani yang kemudian menaruh semua barang dengan hati-hati di samping
musholah.
Setelah
semua persiapan tim panampil yang terdiri dari Sheila, Iqbal, Dani, Fadil,
Miftah, Rahmat, dan Kayla selesai, MC hari itu yang bukan lain adalah Zaky
segera memulai acara perpisahan dengan penduduk desa. Warga sedikit demi
sedikit mulai memadati balai desa sampai ke halamannya.
Tim pembuat
kambing guling dan ayam bakar pun segera bergegas membuat api dari arang dan
batok serta sabut kelapa.
Hari semakin
siang, beberapa penampil baik dari panitia SP maupun wakil dari warga desa
sudah selesai dengan penampilannya.
Saatnya makan
siang dan warga desa pun mulai mengantri untuk mengambil makanan yang sudah
dipersiapkan panitia di halaman balai desa.
Saat
sebagian panitia sibuk membagikan makanan, membakar kambing dan ayam yang
tersisa, beberapa panitia malah mengobrol di pojokkan. Mereka hanya diam sambil
mengobrol tanpa membantu panitian yang sedang kewalahan dengan antrian warga
yang membludak.
Sheila hanya
sibuk untuk menolong Hail yang berganti peran dari cameramen menjadi pembuat
kambing guling.
Masak
memasak telah selesai dan semua panitia turut membantu mebagikan makanan
kecuali beberapa orang.
Aina sudah
menegur mereka namun tidak ada perubahan sama sekali. Sheila, Iqbal, dan Miftah
malah tetap asik mengobrol di pojokkan.
Setelah
semua makanan ludes dimakan oleh warga desa, saatnya penutupan acara yang
diakhiri kembali oleh tim penampil dari panitia. Acara pun selesai hari itu.
Semua
panitia berbenah merapihkan balai desa dan halaman sekitar, Aina dan Zaky
memberikan tugas kepada beberapa panitia untuk merapihkan barang-barang,
termasuk Sheila.
Sheila ditugaskan untuk merapihkan piring-piring dan mengembalikannya kepada warga
desa yang sudah meminjamkan piring-piringnya. Namun bukannya mengerjakan
tugasnya, ia malah menyuruh Rahmat untuk mengerjakan tugasnya. Sedangkan Sheila
kembali masuk ke balai desa untuk membantu Hail bebenah Balai Desa.
Aina yang
bingun kenapa Rahmat malah membereskan piring, bertanya kepada Rahmat.
“Mat kenapa
jadi kamu yang beresin piring-piring ini?”
“Tadi kata Sheila kamu yuruh aku untuk mebereskan piring-piring jadi aku ke sini untuk
bantu-bantu.”
Papar
Rahmat.
“Aku tadi
suruh Sheila, bukan kamu…”
Aina menjadi
semakin kesal dengan kelakuan Sheila yang semakin menjadi-jadi.
“Yaudah biar
aku bantu cuci deh, terus kamu bantu balikin ya…”
Aina akhirnya
mengalah.
“Oke…”
Rahmat hanya
bisa setuju karena bingung dengan kelakuan Sheila.
Saat tengah
mencuci piring-piring kotor, Hail datang untuk mencuci tangannya yang kotor
terkena debu-debu dari karpet di balai desa.
“Na gue
numpang sekalian cuci tangan dan muka ya… kotor nih kena debu di dalem.”
Hail menyapa
Aina yang hanya sendirian di dekat keran samping musholah.
“Iya gak pa pa,
sekalian aja… toh kerannya ada dua…”
Aina
mempersilahkan Hail sambil terus sibuk mencuci piring.
“Lo
sendirian aja na? gak takut apa? Oiya gue boleh sekalian minta sabunnya ya…”
Hail
bertanya untuk memecah keheningan yang hanya diisi oleh suara gemercik air.
“Iya, gue
udah biasa kok… boleh nih ambil aja…”
Jawab Aina
sambil menyodorkan sabun cair yang ia pegang.
“Na… “
Belum selesai
Hail berbicara, kemudian datang Sheila dari dalam balai desa.
“Hail kamu
ke mana aja? Aku cariin juga dari tadi…”
Sapa Sheila
dengan nada suaranya yang dibuat seseksi mungkin.
“Lo nih
ngapain sih! Dari tadi nempel-nempel terus. Orang banyak kerjaan juga!”
Bentak Hail.
“Kok kamu
ngomongnya gitu sih Hail… Kan aku juga bantu-bantu di dalam tadi…”
Bela Sheila.
“Terserah
deh!”
Hail sudah malas mendengar omongan Sheila.
Hail sudah malas mendengar omongan Sheila.
Hening
kembali menyelimuti.
“Minggir-minggir!
Mending kamu pake sabun aku aja Hail, nanti tangan kamu kasar kalau pake sabun
itu…”
Ucap Sheila
sembari menyikut Aina sampai hampir jatuh.
“…”
Aina dan
Hail hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Sheila barusan.
Setelah itu
Aina meninggalkan pekerjaannya dan masuk ke dalam mushola yang kebetulan tidak
ada orang. Tugasnya ia titipkan untuk diteruskan oleh Rahmat yang tinggal
mengembalikan semua piring yang sudah bersih ke rumah warga yang meminjamkannya.
***
Aina yang menjadi
tidak mood tiba-tiba terisak di dalam mushola. Merasa lelah dengan kegiatan
hari itu dan sikap Sheila yang menjadi semakin buruk kepadanya, serta hari yang semakin
menggelap, membuat kelelahan Aina semakin bertambah.
Salahku apa
sih sama kamu Sel, kamu kok begini banget ke aku.
Saat Aina
sedang terisak sendirian, Zaky lewat di depan mushola. Karena mendengar
seseorang sedang terisak di dalam mushola, Zaky mundur kembali dan kemudian menghampiri
asal suara.
“Ai lo
ngapain di sini sendirian?”
Tanya Zaky
tanpa membahas kenapa Aina menangis.
“Nggak kok…
gue cuma beresin tempat masak ini ke dalem box lagi, Cuma dari tadi gak
bisa-bisa, jadi kesel sendiri deh…”
Jawab Aina,
memberikan alasan terbaik yang bisa ia berikan saat itu.
“Sini biar
gue bantu."
Zaky masuk
ke dalam mushola dan membantu pekerjaan Aina. Setelah Zaky mencoba untuk
memasukan alat masaknya, ia berhasil dengan mudahnya.
“Ini bisa
kok… makanya kalau butuh bantuan bilang aja Ai… lo jangan diem diem aja
sendirian di sini.. kan kesel sendiri jadinya… kalau lo ada masalah, cerita
aja.. siapa tau gue bisa bantu.”
Zaky mencoba
untuk menghibur Aina.
“Makasih ya…
Yaudah yuk kita makan di balai desa.”
Aina mengelak
sembari berdiri dan berjalan keluar dari musholah. Langkahnya diikuti oleh Zaky
yang terus memperhatikan Aina, kalau-kalau Aina masih sedih atau kenapa-kenapa.
***
Hari ke 29 SP
Hari full
terakhir di Desa Kemuning, diisi seluruh panitia Sosialisasi Pendidikan dengan
perpisahan secara formal kepada Kepala Desa dan beberapa petinggi desa lainnya.
Acara yang
diisi kebanyakan dengan rasa syukur, terimakasih, serta nasihat-nasihat
kehidupan, membuat waktu tak terasa terlewat beberapa jam. Berangkat
saat siang dan pergi saat hari sudah mulai senja.
Sesampainya
di rumah, semua panitia kemudian
berkumpul untuk evaluasi acara selama sebulan penuh. Selain evaluasi, keluh
kesah dari seluruh panitia juga akan didengarkan oleh semua panitia SP.
Mulai dari
yang kesal karena tidak biasa bangun pagi, ada pula yang tidak suka
bersih-bersih, bahkan ada yang protes karena makanan di hari tertentu selalu
tidak enak, atau bahkan yang curhat karena kesal dengan panitia lainnya.
Aina
termasuk ke dalam yang protes mengenai kelakuan beberapa panitia yang hanya
kerja jika dilihat orang dan mengobrol di pojokkan jika tidak ada yang lihat.
Orang-orang
yang merasa tersentil kemudian meminta maaf, kecuali Sheila. Sheila merasa
bahwa Aina tidak pantas menerima permintaan maafnya dan Aina lah yang seharusnya
meminta maaf karena memberikan Sheila terlalu banyak tugas. Aina yang sudah
lelah dengan sikap Sheila mengalah demi kedamaian di malam terakhir mereka di Desa
Kemuning.
***
Setelah
selesai dengan semua acara evaluasi dan berbagi keluh kesah, beberapa panitia
mulai sibuk dengan hobi masing-masing.
Aina yang
lelah dengan sikap Sheila, menyendiri ke teras samping rumah. Hail menghampiri
Aina yang tengah duduk sendirian. Lalu Hail ikut menemani Aina duduk di teras.
“Na… lo ngapain
sendirian di sini? Masih kesel sama omongan Sheila tadi ya?”
Aina yang
kaget dengan omongan Hail, kemudian balik bertanya.
“Menurut lo?
Udah lah gak usah dibahas lagi… toh besok kita semua udah pulang ke rumah
masing-masing.”
“Na…
Sebenarnya kemaren gue mau ngomong sesuatu pas kita berdua aja samping
musholah.”
Hail kembali
memulai percakapan melihat wajah Aina yang mulai terlihat sedih.
“Iya, kenapa
Hail? Ada yang bisa gue bantu?”
Aina yang
memang sedang evaluasi diri sendiri, tetap terdiam tak berkutik.
“Gue rasa…
gue suka sama lo.”
Hail
berbicara sambil memandang Aina dari samping.
“Lo becanda
ya? Gak lucu tau!”
Aina langsung
berputar 30 derajat ke arah Hail. Aina yang tadinya kaget, menjadi kesal
mendengar omongan Hail tadi karena merasa hail sedang mengerjainya.
“Gue serius,
gak tau sejak kapan. Gue jadi nyaman di deket lo dan gue juga ngerasa lo itu
beda dari cewek-cewek yang selalu nempelin gue. Lo sama gue kan sehobi na...
apa lo gak ngerasa nyaman di deket gue?”
Hail
menjelaskan alasan perasaannya kepada Aina.
"Tapi gimana dengan perasaan Sheila ke lo? Emang kurang jelas ya perasaan dia ke lo?"
Aina balik bertanya kepada Hail.
"Gue gak suka sama cewek kayak Sheila. Kenapa coba jadi cewek kayak gak punya harga diri aja! nempel-nempel mulu. Padahal udah jelas-jelas gue bilang gak suka sama dia. Lo jangan salah paham lah tentang hubungn gue sama dia. Gue gak ada apa-apa sama dia."
Hail menjadi sedikit emosi mendengar pertanyaan Aina. Namun kembali mendingin saat menjelaskan hubungannya dengan Sheila kepada Aina. Aina yang mengerti perasaan Hail kemudian melanjutkan jawaban yang sudah ia pikirkan dari tadi.
“Tapi… gue
cuma ngerasa nyaman sebagai temen sama lo Hail. Apa harus kita punya hubungan
lebih dari temen? Kan sekarang kita juga udah enak begini aja…”
Aina tidak
ingin menyakiti hati Hail dengan menolaknya secara kasar, jadi dia memberikan
pilihan kepada Hail.
“Gue ngerasa
kurang seneng aja tiap ada cowok yang deket-deket sama lo… gue rasa beberapa
cowok di rumah ini juga ngerasa hal yang sama kayak gue. Makanya gue gak mau
keduluan sama mereka.”
Hail
menegaskan perasaannya kepada Aina.
“Itu cuma
perasaan lo aja kali Hail… Gue sama yang lain di sini itu cuma temenan aja kok,
gak ada yang lebih. Sama kayak lo dan gue sekarang.”
Aina turut
mempertegas jawabannya.
“Yaudahlah…
mungkin emang cuma perasaan gue. Tapi tetep, gue udah nyatain perasaan gue ke
lo dan gue tunggu jawaban lo besok ya Na…”
Hail tidak
ingin menerima penolakan dari Aina dan memutuskan untuk memberikan Aina waktu
untuk berpikir lebih jauh mengenai hubungan mereka.
***
Saat panitia
wanita lainnya sudah terlelap pulas, Aina baru hendak terlelap dengan berbagai
pertanyaan di kepalanya, dering HP di samping bantal memaksanya untuk bangkit
dan duduk kembali untuk mengangkat telpon yang tidak lain berasal dari Haris.
“Halo?
Kenapa ris telpon malem-malem begini?”
“Lo udah
tidur ya? Sorry gue ganggu. Kalau gitu gue lanjutin besok aja deh ya…”
Haris yang
mendengar nada suara Aina yang lelah, merasa tidak enak untuk menyampaikan niatnya kepada
Aina.
Aina yang
sudah terlanjur bangun dan keluar dari kamar kemudian meminta Haris melanjutkan
omongannya.
“Gak pa pa
lanjutin aja Ris omongan lo… gue juga emang belum tidur kok.”
“Oke gue lanjutin." Haris sempat diam sejenak sebelum melanjutkan omongannya tadi.
"Ai… gue gak bisa boong kalau di sini gue ngerasa lo itu cewek yang paling bisa ngertiin gue, jadi gue rasa…”
"Ai… gue gak bisa boong kalau di sini gue ngerasa lo itu cewek yang paling bisa ngertiin gue, jadi gue rasa…”
Belum
selesai Haris berbicara Aina sudah memotong omongan Haris.
“Sebentar…
lo gak bakal bilang kalau lo ada rasa kan sama gue Ris?”
Haris terdiam karena niatnya ketahuan, namun kemudian memutuskan untuk melanjutkan omongannya yang terpotong.
“Iya gue suka
sama lo Ai. Gue beneran suka dan serius suka sama lo, gak bercanda.”
Ucapan Haris
itu membuat Aina bingung akan menjawab apa. Dia sama sekali tidak menyangka
bahwa kedua sahabat barunya di acara SP ini mengutarakan cinta kepada dirinya.
Aina sendiri yang memang awalnya menyukai Haris menjadi bimbang harus menjawab
apa. Maka ia meminta waktu untuk menjawab pernyataan Haris sampai esok hari.
“Hmm… kalau
gue jawab besok aja gak pa pa kan ya?”
Haris yang
memang belum siap mendengan jawaban Aina setuju dengan keputusan tersebut.
“Oke gue tunggu
jawaban lo besok Ai… malem Ai… have a nice dream”
Haris
mengakhiri percakapannya dengan suara yang manis.
Aduh...
kenapa coba dua cowok itu bilang suka sama gue hari ini
Bikin pusing
aja sih
Bisa-bisa
gue dicincang sama Sheila kalau gue nerima Hail
Apa gue
terima Haris aja ya?
Tapi gimana
sama Hail…
Gue gak
pengen pendapat dia tentang cewek makin buruk
Lagian si Haris ini,
kenapa baru hari terakhir ini dia bilangnya
coba?
Gimana coba
sama persahabatan mereka kedepannya kalau salah satunya gue terima?
Masa gue
tega ngerusak persahabatan mereka...
Gak tau ah, pusing
Aina yang
lelah berdebat dengan pikirannya sendiri, kemudian terlelap tanpa memiliki
jawaban untuk dua sosok tampan di SP ini besok.
Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar