Rabu, 22 Februari 2017

DAYDREAM (Akhir Penantian) Last



Hari H…

“Syif aku pangling banget liat kamu hari ini. Kamu cantik pake banget.”

Hilwa takjub begitu masuk ke kamar di mana Syifa sedang dirias untuk acara akadnya yg tinggal hitungan menit.

“Makasih Wa… Kamu juga cantik banget hari ini. Bisa-bisa semua orang bingung yang mana pengantinnya nanti hahaha.”

Canda Syifa.

“Kamu ini sudah mau akad sebentar lagi, masih saja bisa bercanda Syif. Hahaha.”

Balas Hilwa.


“Tapi beneran deh aku masih gak nyangka kamu itu ternyata bakal nikah sama dia, padahal aku kira beneran kamu bakal jadi sama kakak tetangga kita itu setelah kamu  jadi tambah deket sama dia.”

Hilwa masih saja bingung dengan pilihan hati Syifa.

“Sebenarnya kalau dia melamarku duluan mungkin juga akan kuterima, melihat akhlak dan kelakuannya yang baik setelah mengenalnya lebih dekat. Aku juga gak nyangka kok. Soalnya calonku ini kan sudah kuanggap seperti kakak sendiri dari dulu. Walaupun jujur aku menyukainya diam-diam dan mengharapkan lebih untuk sesaat. Ternyata semua do’a dan harapanku dijawab oleh Allah. Hari dimana dia melamarku hari itu. Semua kegalauanku dan keraguanku tentang perasaannya terhadapku sekarang sudah hilang sama sekali. Aku sangat yakin hari ini dan sampai kita dipisahkan di akhir hayat nanti dia akan mencintaiku seutuhnya.”

Terang Syifa dengan mata yang berbinar.

“Cieeee bikin iri saja sih Syif.”

Semua orang diruangan meledek Syifa.

“Mungkin sebaiknya si dia melamarmu saja Wa, kamu itukan wanita langka juga di zaman yang seperti ini hahaha.”

Tambah Syifa

Muka Hilwa hanya memerah setelah mendengar ucaran Syifa.

Dengan nuansa putih bercampur dengan ungu akad nikah Syifa dan Calonnya dilaksanakan di kediaman Syifa di Jakarta.

Semua keluarga dekat, Sahabat dekat, kumpulan remaja komplek, dan beberapa tetangga dekat hadir untuk menyaksikan akad nikah Syifa dan pasangannya hari itu.

Detik-detik yang dinatikan pun tiba.

Sang calon pengatin pria yang sudah gagah sedari tadi akhirnya masuk ke dalam ruangan dan duduk di hadapan Abi Syifa untuk menyatakan janji seumur hidupnya.

Sedangkan Syifa menunggu di dalam kamar karena kedua pengantin tidak akan dipertemukan hingga akad selesai dilaksanakan.

Para saksi dan tamu undangan sudah hadir memenuhi ruangan.

Penghulu juga sudah siap dengan perlengkapannya.

Selanjutnya nasihat dan do’a pernikahan diberikan kepada kedua pengantin.

Setelah itu Akad nikah pun dilafalkan oleh Abi Syifa terlebih dahulu. Genggaman erat sang ayah dengan sang calon suami menandakan akad akan segera terucap.

“Ananda……..”

Hari ini akan menjadi salah satu hari penting bagiku. Hari bersejarah yang tidak akan pernah kulupakan. Untaian kalimat yang fasih dari mulutnya akan memberikan sebuah masa depan baru bagi kami berdua.

Pikir Syifa sambil mendengarkan degup jantungnya sendiri yang berderu kencang.

“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak saya yang bernama Syifa Nisrina Putri dengan maskawinnya berupa seperangkat alat sholat dan cincin emas seberat sepuluh gram, tunai.”

Ucap Abi Syifa dengan suara lantang namun bergetar karena akan mengantarkan putri satu-satunya yang sangat dia cintai menikah dengan pria yang sudah dia yakini akan selalu membahagiakan putrinya itu sampai kapanpun.

Dia jodohku, laki-laki yang akan menjadi pelabuhan terakhir dalam hidupku. Cincin emas dan seperangkat alat sholat menjadi bukti dari cintanya padaku. Getaran hati ini akan segera hilang dan berganti menjadi kebahagiaan yang menanti hidup kami berdua. Janjinya kepada ayahku di hari yang bersejarah ini akan membuat kami berdua menjadi sebuah keluarga baru. 

Ucap Syifa berbicara sendiri untuk menghilangkan ketegangan dalam dirinya.

“Saya terima nikah dan kawinnya Syifa Nisrina Putri binti Umar dengan maskawinnya yang tersebut, tunai.”

Ucap seorang pria yang sekarang sudah resmi menjadi suami dan pasangan sah Syifa seumur hidup mereka nanti.

“Sah?”

Ucap penghulu menanyakan kepada kedua saksi dan para tamu undangan di ruangan.

“Sah!”

“Alhamdulillahirabbilalamiin….”

Ucapan sah dan hamdalah terdengar jelas mengaung di dalam rumah Syifa menandakan akad nikah yang sudah selesai dilaksanakan.

Rasanya baru kemarin aku bilang sangat kesal pada laki-laki yang sudah menjadi suamiku sekarang. Masa remajaku yang penuh cerita lucu, sedih, marah, dan kecewa jadi terngiang jelas di ingatanku saat ini. Masa di mana kami belum terlalu memikirkan mengenai hal-hal sulit dalam kehidupan.

***

Walimahan atau acara resepsi pun mulai dilaksanakan setelah kedua pengantin yang menggunakan baju yang serba ungu siap maju ke atas panggung dan tamu undangan umum sudah datang memenuhi gedung.

Syifa sangat cantik dan anggun sekali hari itu. Riasan yang sempurna, gaun pengantin yang indah serta pasangan yang gagah nan tampan menjadi kombinasi sempurna untuk kebahagiaan Syifa hari itu.

Setelah menunggu beberapa saat untuk memberikan selamat ke kedua pengantin akhirnya antrian pun dibuka.

Tamu undangan memberikan selamat satu per satu. Kemudian giliran warga komplek tiba juga.

“Selamat ya Syif… sahabatku yang paling cantik…. sedunia. Selamat buat kalian berdua. Kak tolong jaga Syifa buat aku ya kak… Buat dia bahagia terus dan jangan pernah sampai sedih loh kak…”

Hilwa mengucapkan rasa bahagianya sekaligus memohon kebahagiaan kedua pengantin dengan senyum bahagia dan mata yang berkaca-kaca. Setelah itu Syifa dan Hilwa berpelukan dengan penuh kehangatan.

“Makasih banyak ya Wa. Aku do’ain semoga kamu juga cepet-cepet nyusul. Aamiin.”

Do’a Syifa untuk Hilwa.

Selanjutnya seseorang lelaki datang sendiri dari belakang Hilwa hendak memberikan selamat pada kedua pengantin.

“Selamet yang Kak, Syif buat pernikahannya, semoga sakinah mawadah wa rahmah. Aamiin.”

Ucap lelaki tersebut.

“Makasih Kak Ali buat kedatangannya. Kenapa nggak bareng Kak Adam?”

Tanya Syifa.

“Entah Syif, dia mungkin ada urusan sendiri sekarang, atau mungkin patah hati soalnya kamu tinggal nikah. hahaha”

Ledek Ali.

“Ada-ada saja Kakak ini. Lebih baik dia dengan Hilwa saja yang jelas masih menyukainya sampai sekarang, walaupun bilangnya sih sudah move on hahahaha.”

Canda Syifa.

Kemudian giliran sahabat baik suami Syifa yang memberikan selamat kepada kedua pengantin.

“Sulaiman…. Kamu itu ya… tidak pernah punya pacar, tapi tiba-tiba kasih undangan pernikahan. Bikin aku kaget saja kamu Man…”

“Habis aku takut istriku ini dilamar orang duluan jika lama-lama tidak kunikahi Din.”

Balas Sulaiman suami Syifa kepada Udin sahabatnya.

Syifa hanya bisa tersenyum mendengar omongan pasangannya itu.

Setelah itu Udin berpelukan dengan Sulaiman dan kemudian turun dari panggung.

Tidak terasa acara salam-salaman sudah selesai.

Saatnya kedua pengantin istirahat untuk makan di area khusus keluarga. Hilwa yang diundang duduk di samping Syifa saat itu banyak bertanya bagaimana awal mula kedua pengantin bertemu dan kapan mereka mulai saling menyukai. Sembari menyatap makanan yang tersedia, Syifa bercerita mengenai masa lalunya kepada Sahabatnya yang penasaran itu.

“Jadi Wa, aku dulu kan pindah ke rumah nenek di Padang waktu SMP. SMP ku itu bersebelahan dengan salah satu SMA di sana. Karena aku anak baru yang selalu saja lupa cara ke sekolah yang lumayan jauh itu, lalu nenek menyuruh Kak Iman ini untuk menemaniku sampai depan gerbang sekolah. Dia itu anak tetangga nenek di sana. Karena kebetulan memang Kak Iman ini sekolah di SMA tadi Wa.”

Terang Syifa.
 
“Terus-terus..”

Hilwa menjadi penasaran.

“Karena sering diantar aku dan dia jadi terbiasa jalan bersama. Lagi pula Kak Iman bilang dia sudah menganggapku sebagai adiknya sendiri saat itu. Jadi aku semakin nyaman dengannya dan bergantung kepadanya saat itu, walaupun dia ini orangnya iseng dan gombal Wa kepada semua wanita.”

Lanjut Syifa sambil tersenyum dan melirik Iman suaminya.

“Tapi, karena Kak Iman melanjutkan kuliah di UNAND yang lumayan jauh dari rumah kami. Lalu dia memutuskan untuk ngekos di dekat kampusnya. Kami jadi jauh sesaat karena kesibukan masing-masing. ”

“Kemudian kami bertemu lagi saat aku juga melanjutkan kuliah di UNAND. Kak Iman ini memberanikan diri dan menyatakan cintanya padaku saat itu. Hanya saja saat itu aku sudah mulai mendalami agama dan menolak ajakan Kak Iman untuk pacaran dengannya. Saat itu dia hanya menanggapi biasa dan kembali menjadi kakak yang baik untukku Wa. Setelah lulus dan mendapatkan pekerjaan aku jadi jarang bertemu dengannya. Hanya sesekali saja kami bisa bertemu, itu pun hanya kalau aku pulang ke rumah nenek saat liburan kuliah.”

Hilwa terus menyimak tanpa berkomentar.

“Kami masih ngobrol sih lewat HP saat itu, dan itu juga lumayan sering menurutku. Semakin hari Kak Iman jadi bertambah baik akhlak dan kelakuannya. Tidak tahu sejak kapan aku jadi menyukainya, walaupun aku merasa mungkin dia sudah tidak menyukaiku lagi Wa sebagai wanita dan hanya menganggapku adiknya seratus persen saat itu.”

“Makanya aku sama sekali tidak menyangka, dia yang penuh dengan teka-teki waktu itu, tiba-tiba saja berjanji melamarku saat aku selesai sidang lewat telpon kemarin itu Wa. Aku tidak menyangka dia memendam perasaannya untukku dan menyimpannya untuk sebuah pernikahan yang halal.”

Syifa bercerita sambil terus melirik Imam baru kehidupannya.Betapa bahagianya dia mendapatkan sahabat sekaligus kekasih yang akan menemaninya seumur hidup.

Hilwa yang dari tadi menyimak juga ikut merasakan kebahagiaan sahabatnya hari ini. Hilwa sadar betapa Syifa mencintai Iman dengan sepenuh hati dan begitu pun sebaliknya.

Kisah cinta yang mungkin tidak kalian sangka bukan?

Adam sebenarnya sudah siap akan menyatakan cinta kepada Syifa jika saja dia tidak bertanya mengenai Syifa kepada Hilwa dan diberitahu bahwa Syifa sudah dilamar oleh seseorang dari Padang. Hilwa yang sebenarnya benar-benar sudah move on dari adam ikut terenyuh dengan raut wajah kecewa Adam yang tercetak jelas setelah dia memberikan berita mengenai Syifa. Itulah sebab Adam tidak hadir di pernikahan Syifa hari ini.

Ali diam-diam sebenarnya menyukai Hilwa, namun memendam rasanya karena mengira Hilwa masih saja menyimpan rasa kepada Kakaknya. Sebenarnya Ali ingin meminta tolong kepada Syifa untuk menyatakan perasaannya kepada Hilwa karena dia takut akan ditolak oleh wanita incarannya itu. Semoga Ali sadar bahwa Hilwa sudah move on dan sekarang menggap Ali sebagai lelaki yang layak untuk dijadikan seorang suami.

Hilwa tetap menjadi seorang muslimah cantik yang sekarang menyimpan rasa cintanya hanya untuk suaminya kelak dan hanya untuk Allah SWT semata.

Kisah pendek ini mungkin membuat sebagian pembaca kecewa dengan hasil akhirnya. Namun sadarkah kalian bahwa kenyataan itu tidak selalu sama dengan apa yang kita harapkan atau bayangkan. Dari kisah Syifa dan teman-temannya ini kita dapat mengambil hikmah bahwa jika memang kalian menginginkan sesuatu maka coba untuk mendapatkannya. Jangan hanya berharap tanpa melakukan sesuatu. waktu adalah hal yang sangat berharga karena tidak bisa diulang, maka jangan sampai kalian menyesali apa yang takut kalian lakukan saat ini. 

Jangan pernah menyesal karena tidak pernah mencoba, karena penyesalan pasti akan selalu datang belakangan. Cobalah walaupun gagal, karena kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda.

Terakhir, Jadikan kegagalan sebagai sebuah pengalaman untuk di masa depan dan bukan sebuah penyesalan dalam kehidupan.

Seandainya Adam lebih cepat menyatakan cintanya…
Seandainya Ali berani menyatakan perasaannya….
Seandainya cerita ini tidak berakhir di sini….

SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar