Hari
H…
“Syif
aku pangling banget liat kamu hari ini. Kamu cantik pake banget.”
Hilwa
takjub begitu masuk ke kamar di mana Syifa sedang dirias untuk acara akadnya yg
tinggal hitungan menit.
“Makasih
Wa… Kamu juga cantik banget hari ini. Bisa-bisa semua orang bingung yang mana
pengantinnya nanti hahaha.”
Canda
Syifa.
“Kamu
ini sudah mau akad sebentar lagi, masih saja bisa bercanda Syif. Hahaha.”
Balas
Hilwa.
“Tapi beneran deh aku masih gak nyangka kamu itu ternyata bakal nikah sama dia, padahal aku kira beneran kamu bakal jadi sama kakak tetangga kita itu setelah kamu jadi tambah deket sama dia.”
Hilwa
masih saja bingung dengan pilihan hati Syifa.
“Sebenarnya
kalau dia melamarku duluan mungkin juga akan kuterima, melihat akhlak dan
kelakuannya yang baik setelah mengenalnya lebih dekat. Aku juga gak nyangka
kok. Soalnya calonku ini kan sudah kuanggap seperti kakak sendiri dari dulu.
Walaupun jujur aku menyukainya diam-diam dan mengharapkan lebih untuk sesaat.
Ternyata semua do’a dan harapanku dijawab oleh Allah. Hari dimana dia melamarku
hari itu. Semua kegalauanku dan keraguanku tentang perasaannya terhadapku
sekarang sudah hilang sama sekali. Aku sangat yakin hari ini dan sampai kita
dipisahkan di akhir hayat nanti dia akan mencintaiku seutuhnya.”
Terang
Syifa dengan mata yang berbinar.
“Cieeee
bikin iri saja sih Syif.”
Semua
orang diruangan meledek Syifa.
“Mungkin
sebaiknya si dia melamarmu saja Wa, kamu itukan wanita langka juga di zaman
yang seperti ini hahaha.”
Tambah
Syifa
Muka
Hilwa hanya memerah setelah mendengar ucaran Syifa.
Dengan
nuansa putih bercampur dengan ungu akad nikah Syifa dan Calonnya dilaksanakan
di kediaman Syifa di Jakarta.
Semua
keluarga dekat, Sahabat dekat, kumpulan remaja komplek, dan beberapa tetangga
dekat hadir untuk menyaksikan akad nikah Syifa dan pasangannya hari itu.
Detik-detik
yang dinatikan pun tiba.
Sang
calon pengatin pria yang sudah gagah sedari tadi akhirnya masuk ke dalam
ruangan dan duduk di hadapan Abi Syifa untuk menyatakan janji seumur hidupnya.
Sedangkan
Syifa menunggu di dalam kamar karena kedua pengantin tidak akan dipertemukan
hingga akad selesai dilaksanakan.
Para
saksi dan tamu undangan sudah hadir memenuhi ruangan.
Penghulu
juga sudah siap dengan perlengkapannya.
Selanjutnya
nasihat dan do’a pernikahan diberikan kepada kedua pengantin.
Setelah
itu Akad nikah pun dilafalkan oleh Abi Syifa terlebih dahulu. Genggaman erat
sang ayah dengan sang calon suami menandakan akad akan segera terucap.
“Ananda……..”
Hari ini akan menjadi salah satu hari penting bagiku.
Hari bersejarah yang tidak akan pernah kulupakan. Untaian kalimat yang fasih
dari mulutnya akan memberikan sebuah masa depan baru bagi kami berdua.
Pikir Syifa sambil mendengarkan degup jantungnya
sendiri yang berderu kencang.
“Saya
nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak saya yang bernama Syifa Nisrina Putri dengan maskawinnya berupa seperangkat alat sholat
dan cincin emas seberat sepuluh gram, tunai.”
Ucap
Abi Syifa dengan suara lantang namun bergetar karena akan mengantarkan putri
satu-satunya yang sangat dia cintai menikah dengan pria yang sudah dia yakini
akan selalu membahagiakan putrinya itu sampai kapanpun.
Dia jodohku, laki-laki yang akan menjadi pelabuhan
terakhir dalam hidupku. Cincin emas dan seperangkat alat sholat menjadi bukti
dari cintanya padaku. Getaran hati ini akan segera hilang dan berganti menjadi
kebahagiaan yang menanti hidup kami berdua. Janjinya kepada ayahku di hari yang
bersejarah ini akan membuat kami berdua menjadi sebuah keluarga baru.
Ucap Syifa berbicara sendiri untuk menghilangkan
ketegangan dalam dirinya.
“Saya
terima nikah dan kawinnya Syifa Nisrina Putri binti Umar dengan maskawinnya
yang tersebut, tunai.”
Ucap
seorang pria yang sekarang sudah resmi menjadi suami dan pasangan sah Syifa
seumur hidup mereka nanti.
“Sah?”
Ucap
penghulu menanyakan kepada kedua saksi dan para tamu undangan di ruangan.
“Sah!”
“Alhamdulillahirabbilalamiin….”
Ucapan
sah dan hamdalah terdengar jelas mengaung di dalam rumah Syifa menandakan akad
nikah yang sudah selesai dilaksanakan.
Rasanya baru kemarin aku bilang sangat kesal pada
laki-laki yang sudah menjadi suamiku sekarang. Masa remajaku yang penuh cerita lucu, sedih, marah, dan
kecewa jadi terngiang jelas di ingatanku saat ini. Masa di mana kami belum
terlalu memikirkan mengenai hal-hal sulit dalam kehidupan.
***
Walimahan
atau acara resepsi pun mulai dilaksanakan setelah kedua pengantin yang
menggunakan baju yang serba ungu siap maju ke atas panggung dan tamu undangan
umum sudah datang memenuhi gedung.
Syifa
sangat cantik dan anggun sekali hari itu. Riasan yang sempurna, gaun pengantin
yang indah serta pasangan yang gagah nan tampan menjadi kombinasi sempurna
untuk kebahagiaan Syifa hari itu.
Setelah
menunggu beberapa saat untuk memberikan selamat ke kedua pengantin akhirnya
antrian pun dibuka.
Tamu
undangan memberikan selamat satu per satu. Kemudian giliran warga komplek tiba
juga.
“Selamat
ya Syif… sahabatku yang paling cantik…. sedunia. Selamat buat kalian berdua.
Kak tolong jaga Syifa buat aku ya kak… Buat dia bahagia terus dan jangan pernah
sampai sedih loh kak…”
Hilwa
mengucapkan rasa bahagianya sekaligus memohon kebahagiaan kedua pengantin
dengan senyum bahagia dan mata yang berkaca-kaca. Setelah itu Syifa dan Hilwa
berpelukan dengan penuh kehangatan.
“Makasih
banyak ya Wa. Aku do’ain semoga kamu juga cepet-cepet nyusul. Aamiin.”
Do’a
Syifa untuk Hilwa.
Selanjutnya
seseorang lelaki datang sendiri dari belakang Hilwa hendak memberikan selamat
pada kedua pengantin.
“Selamet
yang Kak, Syif buat pernikahannya, semoga sakinah mawadah wa rahmah. Aamiin.”
Ucap
lelaki tersebut.
“Makasih
Kak Ali buat kedatangannya. Kenapa nggak bareng Kak Adam?”
Tanya
Syifa.
“Entah
Syif, dia mungkin ada urusan sendiri sekarang, atau mungkin patah hati soalnya
kamu tinggal nikah. hahaha”
Ledek Ali.
“Ada-ada
saja Kakak ini. Lebih baik dia dengan Hilwa saja yang jelas masih menyukainya
sampai sekarang, walaupun bilangnya sih sudah move on hahahaha.”
Canda
Syifa.
Kemudian
giliran sahabat baik suami Syifa yang memberikan selamat kepada kedua
pengantin.
“Sulaiman….
Kamu itu ya… tidak pernah punya pacar, tapi tiba-tiba kasih undangan pernikahan.
Bikin aku kaget saja kamu Man…”
“Habis
aku takut istriku ini dilamar orang duluan jika lama-lama tidak kunikahi Din.”
Balas
Sulaiman suami Syifa kepada Udin sahabatnya.
Syifa
hanya bisa tersenyum mendengar omongan pasangannya itu.
Setelah
itu Udin berpelukan dengan Sulaiman dan kemudian turun dari panggung.
Tidak
terasa acara salam-salaman sudah selesai.
Saatnya
kedua pengantin istirahat untuk makan di area khusus keluarga. Hilwa yang
diundang duduk di samping Syifa saat itu banyak bertanya bagaimana awal mula
kedua pengantin bertemu dan kapan mereka mulai saling menyukai. Sembari menyatap
makanan yang tersedia, Syifa bercerita mengenai masa lalunya kepada Sahabatnya
yang penasaran itu.
“Jadi
Wa, aku dulu kan pindah ke rumah nenek di Padang waktu SMP. SMP ku itu
bersebelahan dengan salah satu SMA di sana. Karena aku anak baru yang selalu
saja lupa cara ke sekolah yang lumayan jauh itu, lalu nenek menyuruh Kak Iman
ini untuk menemaniku sampai depan gerbang sekolah. Dia itu anak tetangga nenek
di sana. Karena kebetulan memang Kak Iman ini sekolah di SMA tadi Wa.”
Terang
Syifa.
“Terus-terus..”
Hilwa
menjadi penasaran.
“Karena
sering diantar aku dan dia jadi terbiasa jalan bersama. Lagi pula Kak Iman
bilang dia sudah menganggapku sebagai adiknya sendiri saat itu. Jadi aku
semakin nyaman dengannya dan bergantung kepadanya saat itu, walaupun dia ini
orangnya iseng dan gombal Wa kepada semua wanita.”
Lanjut
Syifa sambil tersenyum dan melirik Iman suaminya.
“Tapi,
karena Kak Iman melanjutkan kuliah di UNAND yang lumayan jauh dari rumah kami.
Lalu dia memutuskan untuk ngekos di dekat kampusnya. Kami jadi jauh sesaat
karena kesibukan masing-masing. ”
“Kemudian
kami bertemu lagi saat aku juga melanjutkan kuliah di UNAND. Kak Iman ini
memberanikan diri dan menyatakan cintanya padaku saat itu. Hanya saja saat itu
aku sudah mulai mendalami agama dan menolak ajakan Kak Iman untuk pacaran
dengannya. Saat itu dia hanya menanggapi biasa dan kembali menjadi kakak yang
baik untukku Wa. Setelah lulus dan mendapatkan pekerjaan aku jadi jarang
bertemu dengannya. Hanya sesekali saja kami bisa bertemu, itu pun hanya kalau
aku pulang ke rumah nenek saat liburan kuliah.”
Hilwa
terus menyimak tanpa berkomentar.
“Kami
masih ngobrol sih lewat HP saat itu, dan itu juga lumayan sering menurutku.
Semakin hari Kak Iman jadi bertambah baik akhlak dan kelakuannya. Tidak tahu
sejak kapan aku jadi menyukainya, walaupun aku merasa mungkin dia sudah tidak
menyukaiku lagi Wa sebagai wanita dan hanya menganggapku adiknya seratus persen
saat itu.”
“Makanya
aku sama sekali tidak menyangka, dia yang penuh dengan teka-teki waktu itu,
tiba-tiba saja berjanji melamarku saat aku selesai sidang lewat telpon kemarin
itu Wa. Aku tidak menyangka dia memendam perasaannya untukku dan menyimpannya
untuk sebuah pernikahan yang halal.”
Syifa
bercerita sambil terus melirik Imam baru kehidupannya.Betapa bahagianya dia
mendapatkan sahabat sekaligus kekasih yang akan menemaninya seumur hidup.
Hilwa
yang dari tadi menyimak juga ikut merasakan kebahagiaan sahabatnya hari ini. Hilwa
sadar betapa Syifa mencintai Iman dengan sepenuh hati dan begitu pun
sebaliknya.
Kisah
cinta yang mungkin tidak kalian sangka bukan?
Adam
sebenarnya sudah siap akan menyatakan cinta kepada Syifa jika saja dia tidak
bertanya mengenai Syifa kepada Hilwa dan diberitahu bahwa Syifa sudah dilamar
oleh seseorang dari Padang. Hilwa yang sebenarnya benar-benar sudah move on
dari adam ikut terenyuh dengan raut wajah kecewa Adam yang tercetak jelas
setelah dia memberikan berita mengenai Syifa. Itulah sebab Adam tidak hadir di
pernikahan Syifa hari ini.
Ali
diam-diam sebenarnya menyukai Hilwa, namun memendam rasanya karena mengira
Hilwa masih saja menyimpan rasa kepada Kakaknya. Sebenarnya Ali ingin meminta
tolong kepada Syifa untuk menyatakan perasaannya kepada Hilwa karena dia takut
akan ditolak oleh wanita incarannya itu. Semoga Ali sadar bahwa Hilwa sudah
move on dan sekarang menggap Ali sebagai lelaki yang layak untuk dijadikan
seorang suami.
Hilwa
tetap menjadi seorang muslimah cantik yang sekarang menyimpan rasa cintanya
hanya untuk suaminya kelak dan hanya untuk Allah SWT semata.
Kisah
pendek ini mungkin membuat sebagian pembaca kecewa dengan hasil akhirnya. Namun
sadarkah kalian bahwa kenyataan itu tidak selalu sama dengan apa yang kita
harapkan atau bayangkan. Dari kisah Syifa dan teman-temannya ini kita dapat
mengambil hikmah bahwa jika memang kalian menginginkan sesuatu maka coba untuk
mendapatkannya. Jangan hanya berharap tanpa melakukan sesuatu. waktu adalah hal
yang sangat berharga karena tidak bisa diulang, maka jangan sampai kalian
menyesali apa yang takut kalian lakukan saat ini.
Jangan
pernah menyesal karena tidak pernah mencoba, karena penyesalan pasti akan
selalu datang belakangan. Cobalah walaupun gagal, karena kegagalan adalah
keberhasilan yang tertunda.
Terakhir,
Jadikan kegagalan sebagai sebuah pengalaman untuk di masa depan dan bukan
sebuah penyesalan dalam kehidupan.
Seandainya
Adam lebih cepat menyatakan cintanya…
Seandainya
Ali berani menyatakan perasaannya….
Seandainya
cerita ini tidak berakhir di sini….
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar