Pada rapat selanjutnya, banyak
panitia yang memberikan ide-ide menarik di depan panitia lainnya. Termasuk
Syifa, yang sudah mulai paham tentang konsep acara dan mulai menambahkan ide
yang menurutnya menarik untuk dimasukkan dalam rangkaian acara nanti. Namun
setelah Syifa selesai mengajukan idenya, Ali menjadi salah satu dari beberapa
orang yang mengangkat tangan untuk bertanya mengenai ide tadi.
“Jadi menurut kamu apa ide
kamu ini akan berhasil dan menarik perhatian masyarakat luas?”
Tanya Ali dengan
sungguh-sungguh.
Syifa memikirkan dalam-dalam
apa jawaban yang akan dia berikan, namun di dalam hatinya ia berpikir Ali hanya
akan menjelek-jelekan idenya saja.
“Kalau menurut Saya, ide ini akan sangat disenangi berbagai kalangan masyarakat jika kita memprestasikannya secara tepat dan kreatif. Tentunya saya sudah memikirkan bagaimana caranya pengerjaannya.”
Jawab Syifa dengan jantung
yang berdegup cepat, takut dengan apa yang akan dikatakan Ali selanjutnya.
“Saya setuju, dan saya bersedia
membantu jika dibutuhkan.”
Ali berkomentar sambil
tersenyum.
Loh kok dia tanggapannya positif ya?
Aku kira dia bakal mencekal ideku supaya terlihat lebih pintar dariku
Apa semua yang Hilwa bilang itu benar ya?
Syifa tertegun mendengar
tanggapan Ali.
“Iya Syif kamu sudah boleh
duduk sekarang.”
Sambung Adam memecah lamunan
Syifa.
“Oh iya.. Terima kasih atas
pertanyaan dan tanggapannya.”
Syifa kemudian duduk kembali
dan menatap Hilwa dengan 1000 pertanyaan di kepala.
***
Selesai rapat hari itu, Syifa
dan Hilwa sudah mulai berjalan ke arah rumah Hilwa untuk ngobrol bareng. Namun
di tengah perjalanan seseorang menghentikan langkah mereka dengan perkataannya
yang mengagetkan Syifa dan Hilwa.
“Syif, aku suka sama ide kamu
dan aku beneran bersedia buat bantuin ide kamu supaya terwujud.”
Teriak seseorang dari arah
belakang.
“Iya ter...”
Saat Syifa ingin
berterimakasih sambil berbalik badan. Dia kembali tertegun dengan kenyataan
bahwa orang yang berkata tadi ternyata adalah Ali.
Apa-apaan ini?
Kenapa dia tiba-tiba baik terhadapku?
Pikir Syifa dalam hati.
Setelah sadar dari rasa
kagetnya kemudian Syifa berhenti dan kemudian berbalik badan sepenuhnya sembari
memperhatikan Ali dari kejauhan.
Ali yang mengira Syifa tidak
mendengar apa yang dia katakan, mulai berjalan ke arah Syifa dengan langkah
cepat. Setelah sampai dengan jarak yang pastinya normal untuk ucapannya bisa di
dengar oleh Syifa, dia mengulangi lagi apa yang diucapkannya tadi.
“Aku suka sama ide kamu Syif
dan aku beneran bersedia buat bantuin ide kamu supaya terwujud,”
Syifa kemudian bereaksi dengan
membalas perkataan Ali tersebut.
“Makasih Kak. Tapi aku gak apa
kok ngerjain ini sendirian.”
“Kenapa? Kamu gak suka karena
aku yang ngomong begini, bukan Adam?”
Balas Ali dengan muka yang
sedikit kesal.
Tuh kan dia emang nyebelin
Sekarang Hilwa liat sendiri kan akhirnya
Ucap Syifa dalam hati sambil
melirik Hilwa.
“Makasih kak bantuannya, nanti
biar Hilwa saja yang bantu Syifa dengan projeknya. Kalau nanti kami butuh
apa-apa biar aku yang bilang ke kakak.”
Hilwa yang sadar dengan situasi,
kemudian bermaksud membantu Syifa membalas perkataan Ali.
“Oke kalau begitu.”
Ali menjawab singkat sambil
tersenyum kecil ke arah Hilwa dan kemudian berjalan kembali ke arah kerumunan
panitia yang tersisa di taman.
***
“Maksud Kak Ali kan baik Syif
tadi. Dia mau bantuin kamu buat selesein projek acara bersama. Kenapa kamu
nolak coba? Kamu kok masih belum berubah sih Syif?”
Terang Hilwa dengan sedikit
perasaan kecewa terhadap sahabatnya itu.
“Aku keterlaluan ya Wa?”
“Soalnya aku masih kaget
tiba-tiba dia baik terhadapku.”
“Aku jadi bingung deh harus
bales apa.”
Jawab Syifa dengan perasaan
bersalah tercetak jelas di mukanya.
“Nanti kalau ketemu Kak Ali
lagi kamu harus minta maaf ya fa pokonya…”
Bujuk Hilwa.
“Iya…”
Jawab Syifa sambil menundukkan
kepala.
***
Rapat ketiga.
Syifa
datang mendekati Ali ketika waktu kosong saat rapat.
“Kak Aku minta maaf soal waktu
itu, kalau kakak mau bantu boleh kok kak. Lagi
pula ideku waktu itu memang butuh beberapa orang panitia.”
Ucap
Syifa dengan nada yang memelas.
“…”
Ali
hanya terdiam tanpa merespon perkataan Syifa.
“Aku
tau aku keterlaluan kemarin, makanya sekarang aku datang minta maaf baik-baik sama
kakak.”
Sambung
Syifa.
Setelah
terdiam beberapa saat kemudian Ali membalas ucapan Syifa.
“Aku
udah maafin kamu. Yasudah kalau gitu kita kerjakan mulai dari selesai rapat
kali ini ya idenya. Waktu acara kan sudah sebentar lagi.”
“Oke
kak.”
Balas
Syifa sambal tersenyum karena Ali ternyata tidak dendam kepadanya.
Setelah
berbaikan dengan Ali, Syifa menjadi dekat dengan Ali, dan semua ucapan Hilwa
memang benar adanya. Semua kejutekan Ali ternyata hanyalah khayalan Syifa saja.
Setelah banyak berinteraksi secara langsung tanpa pikiran yang tidak-tidak di
hati, pendapat Syifa tentang Ali berubah 180˚. Menurut Syifa sekarang Ali itu
orangnya baik, sholeh, bijaksana, tampan pula. Calon suami idaman menurut Syifa
dan Hilwa.
Karena
rumah yang berdekatan Syifa, Hilwa, Ali, dan Adam jadi lebih sering jalan
bersama. Tidak ada lagi rasa canggung atau rasa kesal di antara mereka. Hanya
tersisa cerita-cerita lucu dan curhatan-curhatan baru mengenai kehidupan mereka
sekarang di kampus masing-masing.
“Maaf
ya dulu aku tolak kamu wa, kalau tau kamu bakal tumbuh jadi wanita cantik kayak
gini mungkin aku wa yang bakal kejar-kejar kamu dari dulu hahahaha.”
Canda
Adam.
“Ah
Kak Adam bisa aja. Dulu itu namanya juga masih ABG labil kak. Jadi maklumin aja
kalau perasaan aku meluap-meluap dulu. Hahaha.”
Balas
Hilwa.
“Maafin
aku juga ya Kak Ali buat kelakuanku dulu sampe kemarin itu yang ternyata
ngeselin dan aku baru sadar sekarang Kak.”
Celetuk
Syifa.
“Iya
maafin aku juga kalau pernah bikin kamu sakit hati dengan kelakuan atau
perkataanku baik dulu maupun sekarang.”
Sambung
Ali membalas perkataan Syifa.
“Enggak
kok kak, kakak gak salah. Aku yang egois emang.”
Tepis
Syifa.
“Yaudah
kita intinya kalian itu sama-sama salah. Udah kayak orang pacaran lagi marahan
aja sih, baikan aja mainnya ‘salah aku’ ‘salah aku’.”
Goda
Adam.
“Apaan
sih…. Kak Adam.”
Muka
Syifa memerah mendengar ucapan Adam. Sedangkan Ali hanya memberikan muka kesal
ke arah Adam. Kemudian mereka berempat tertawa bersamaan.
Satu
minggu sebelum liburan seluruh mahasiswa dari berbagai universitas selesai,
seluruh panitia acara komplek mengadakan kumpul bareng remaja komplek di rumah
salah satu panitia acara. Kebetulan hari itu Adam dan Ali tidak hadir karena
sedang ada acara keluarga.
Sementara
itu, dipojokkan rumah, Syifa duduk dengan Hilwa sambil bercengkrama ria.
Tiba-tiba hp Syifa berbunyi nyaring membuat percakapan mereka terhenti.
Setelah
menerima telpon tersebut wajah Syifa berseri-seri dan senyum bahagia jelas
tergambar di wajahnya. Kemudian Syifa bercerita panjang lebar alasannya
tersenyum lebar setelah menerima telpon tadi.
Hilwa
kaget dan kemudian memberikan ucapan selamat yang tulus, dan meminta penjelasan
atas kenapa Syifa tidak pernah bercerita mengenai hal ini dari dulu.
Syifa
menjelaskan kepada Hilwa panjang lebar mengenai alasannya tidak bercerita dari
awal liburan kemarin kemudian bergegas berdiri dan pamit pulang untuk mengabari
sang Umi di rumah.
“Aku
pamit ya Wa, Aku gak sabar mau kasih tau Umi berita baik ini. Biar semua bisa
disiapin dengan baik.”
“Iya
Syif, hati-hati ya.. Selamat sekali lagi… Semoga dilancarkan semuanya fa…”
Do’a
Hilwa.
“Aamiin…”
Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar