“Assalamualaikum
teman-teman...”
Salam Hilwa menyapa semua
panitia acara yang sudah berkumpul di taman.
“Wa’alaikumsalam..”
Jawab semua panitia.
“Teman-teman, kenalkan ini
Syifa teman kita dulu saat kecil. Dia sedang liburan dari kuliahnya di Padang.
Syifa ini yang rumahnya ada di sebrang rumah Kak Adam loh... Iya kan Kak?”
“Oh ini Syifa yang dulu suka
main raket bareng Hilwa ya... Sudah beda ya sekarang jadi makin cantik”
Goda Adam.
“Hahaha Cieeee Adam godain
cewek aja lu Dam kerjaannya.”
Ejek salah satu panitia acara.
“Hai semua.. Salam kenal ya..
“
Ucap Syifa malu-malu.
Tanpa sepengetahuan Syifa dan
yang lainnya. Ali yang duduk di samping Adam hanya tersenyum kecil saja
sendirian. Setelah itu rapat untuk membahas acarapun dimulai.
***
Selesai rapat beberapa jam
kemudian. Beberapa panitia sudah mulai pulang ke rumah masing-masing. Hanya
tinggal sedikit saja yang masih berada di taman.
“Syif... Apa kabar? Udah lama
banget gak ketemu”
Sapa kak Adam.
Syifa menjawab dengan tersipu.
“Baik Kak, Kakak sendiri apa
kabar?”
“Aku juga baik. Kamu kuliah di
kampus apa emang Syif? Ambil jurusan apa?”
Tanya Kak Adam.
“Aku kuliah di Unand Padang
Kak, Aku ambil jurusan Psikologi. Kakak sendiri masih kuliah atau sudah kerja?”
Tanya Syifa balik.
“Kalau aku sih masih S2 di
Unpad Bandung.”
Jawab Kak Adam singkat.
“Kamu udah punya pacar?”
Ceplos Kak Adam.
Syifa yang kaget dengan
pertanyaan tersebut, langsung terdiam.
“Kenapa? Aku gak maksud
apa-apa kok. Cuma iseng aja nanya hehehe.”
“hahaha”
Tawa Syifa dan Adam
berbarengan.
“Bang ayo buruan pulang, Sudah
ditunggu Umi di rumah.”
Saut seseorang dari belakang
Adam dan Syifa secara tiba-tiba. Syifa kaget lalu menengok ke belakang,
ternyata Ali sedang berdiri di belakangnya dari tadi.
Seperti de javu bukan?
“Ganggu aja lo li, Yaudah
ayuk. Aku balik duluan ya
Syif. Kamu masih nunggu Hilwa kan?”
Tanya Adam sambil melihat ke
Hilwa yang masih saja asik membahas acara dengan salah satu orang panitia yg tersisa.
“Iya kak”
Jawab Syifa singkat sembari
tersenyum.
Syifa yang kembali melirik ke
arah Ali, merasa Ali sama sekali tidak berubah.
Dasar
pangeran jutek.
Ejek Syifa dalam hati.
Ali dan Adam kemudian berjalan
ke arah rumah mereka, sedangkan Syifa berjalan ke arah Hilwa.
***
Di rumah Hilwa.
“Kenapa Syif? Kok mukanya
ditekuk begitu?”
Tanya Hilwa dengan rawut muka
khawatir.
“Aku gak papa kok Wa, Cuma itu
si Ali. Kenapa sih dia masih jutek aja sama aku? Emang aku pernah bikin salah
apa sih sama dia Wa?”
Syifa bertanya tanpa terlalu
berharap jawaban dari Hilwa.
“Mungkin kamu Cuma terlalu
sensitif aja kali Syif.. Kak Ali gak pernah jutek kok ke aku dan ke temen-temen
yang lain. Udah gak usah terlalu dipikirin, paling juga cuma
perasaan kamu aja..”
Jawab Hilwa menenangkan Syifa
yang galau.
“Iya kali ya Wa..”
“Wa.. Aku sebenarnya mau jujur
sama kamu.”
Ucap Syifa dengan suara yang
mengecil.
“Kamu mau bicara apa Syif?
Bilang aja, aku siap dengerin kok. Itu kan gunanya temen.”
Balas Hilwa sambil tersenyum.
“Aku sebenarnya dari dulu suka
sama Kak Adam, Cuma aku gak berani bilang sama kamu soalnya aku takut kamu
jauhin aku Wa...”
Syifa berbicara sambil
memperhatikan perubahan wajah Hilwa.
“Hmmm... Beneran Syif? Kamu
serius?”
Hilwa hanya bertanya balik
tanpa ada perubahan emosi yang berlebihan.
“Iya beneran, bahkan dulu
waktu aku masih tinggal di komplek ini, aku sering kirim surat diem-diem ke Kak
Adam. Aku taruh surat cintanya di depan rumah Kak Adam. Makanya sebenarnya tadi
itu aku malu banget pas Kak Adam ngajak ngobrol aku.”
Beber Syifa dengan wajah
memerah.
“Kamu jangan diem aja dong
Wa... Kamu marah ya sama aku...”
Bujuk Syifa.
“Iya, aku marah sama kamu.
Tapi aku marah bukan karena kamu suka sama Kak Adam, aku marah sama kamu karena
kamu gak pernah bilang yang sejujurnya sama aku dari dulu...”
Jawab Hilwa dengan muka
cemberut.
“Habis gimana dong Wa.. Dulu
itu kan kita masih kecil. Dan kamu itu satu-satunya sahabat deket aku di
komplek. Aku Cuma takut kamu gak mau main sama aku lagi Wa...”
Ungkap Syifa.
Setelah diam beberapa saat
kemudian Hilwa berkata.
“Aku gak marah kok Syif. Aku
justru sebenarnya seneng kamu udah mau jujur sama aku sekarang.”
“Beneran Wa? Kamu emang
Sahabat aku yang pali....ng baik dan cantik lagi.”
Puji Syifa.
“Ah kamu ini ada-ada saja
Syif.”
Jawab Hilwa dengan tersenyum.
Setelah itu Hilwa menarik
nafas dalam-dalam
dan kemudian menghembuskannya, seperti orang yang hendak
mengungkap sesuatu rahasia yang sudah dipendamnya
dalam-dalam.
“Syif sebenarnya aku juga mau
jujur sama kamu, aku sebenarnya tau alasan kenapa kamu selalu berpikir bahwa Kak
Ali selalu jutek sama kamu.”
Ungkap Hilwa yang kemudian
membuat Syifa syok.
“Kenapa Wa?”
Syifa menjadi bingung dengan
perkataan Hilwa.
“Sebenarnya Kak Ali bingung
bagaimana cara bicara denganmu Syif, karena kalian bertemu dengan cara yang
tidak enak. Terus juga dulu kan kalian masih sama-sama remaja. Mungkin dia
sungkan minta maaf karena salah mengiramu sebagai pencuri.”
“Lagi pula kamu kan tidak
pernah bertanya langsung kenapa dia bersikap jutek kepadamu? Tapi kamu hanya
langsung mengabaikannya dan pergi begitu saja.”
“Kenapa kamu tidak beri
kesempatan dia untuk bicara denganmu tanpa kamu merasa takut dia akan bersikap
jutek kepadamu?”
Jelas Hilwa panjang lebar.
Syifa kemudian terdiam.
Bener juga
ya kata Hilwa
Sebenarnya
aku gak pernanya juga nanya
alasan kenapa dia jutek ke aku
Aku hanya langsung
menyimpulkan bahwa semua anak laki-laki itu memang seperti itu
Mungkin
Hilwa benar
Aku
seharusnya memang memberikan dia kesempatan untuk bicara, karena selama ini aku
memang selalu pergi saat Ali mulai bicara padaku
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar