Rabu, 15 Februari 2017

DAYDREAM (Sebuah Janji)



“Umi ingin bertemu dengan dia dulu nak, Umi mau tau apa dia itu pilihan terbaik untuk kamu kelak. Harapan umi cuma satu nak, Umi hanya ingin kamu bahagia dengan siapapun pilihanmu nanti.”

Nasihat Umi kepada Syifa. Setelah tiba-tiba Syifa pulang dengan wajah yang berseri-seri sambil menceritakan apa yang terjadi.

“Iya umi, Syifa janji Syifa akan memperkenalkan calon Syifa nanti setelah sidang skripsi Syifa selesai 1 bulan lagi. Lagipula Umi sudah kenal baik dengan dia. Jadi Umi tidak perlu khawatir tentang pilihan Syifa ini.”

Jelas Syifa dengan hati yang tenang.

5 bulan sebelum hari H…

“Jadi Syif bagaimana kelangsungan acara lamarannya dengan kakak itu sebentar lagi? Lancar-lancar saja kan?”


Tanya Hilwa lewat telpon, karena tidak sabar menunggu kepulangan sahabatnya itu.

“Alhamdulillah lancar Wa sejauh ini… Semoga akan tetap lancar hingga hari H nanti. Aamiin.”

Jawab Syifa dengan Lancar.

“Aamiin…”

Hilwa ikut mengamini.

“Aku beneran gak nyangka kamu bakalan jadi sama dia Syif! Aku kira kamu bakal jadinya sama kakak yang lain itu loh…”

Sindir Hilwa sambil tersenyum sendiri.

“Ah kamu ini ada-ada saja. Aku sama dia mah gak ada apa-apa Wa…”

“Kan aku sudah cerita sama kamu waktu itu siapa laki-laki yang aku kagumi selama ini.”

“Kalau kamu mau, sini biar aku comblangin aja kau sama dia…”

“Toh aku juga punya feeling kalau kamu ada hati sama dia.”

Syifa menimpali candaan Hilwa dengan candaan pula.

“Kamu itu Syif yang ada-ada saja, Lagi pula mana mau dia denganku yang seperti ini. Siapa tau dia sudah ada calon sendiri hahaha.”

Hilwa dengan sikapnya yang suka merendah.

“Kamu itu memang kurang apa sih Wa, udah cantik, baik, pintar, sholehah lagi…”

Tepis Syifa.

“Yang kurang itu calonnya Syif hahaha.”

“hahaha”

Tawa mereka berbarengan.

“Semakin ngelantur aja nih... Yasudah Wa aku mau beres-beres untuk pindahan ke Jakarta dulu ya Wa. Nanti kita sambung lagi percakapannya.”

“Assalamualaikum…”

Pamit Syifa.

“Waalaikumsalam…”

“Nanti kabari jika kamu sudah di Jakarta ya…”

Balas Hilwa.

Satu minggu kemudian Syifa yang sudah selesai pindahan ke rumah lamanya di Jakarta mulai sibuk dengan persiapan lamarannya awal bulan depan. Dia tidak sempat lagi untuk berkumpul dengan teman-temannya di Jakarta sampai selesai acara.

“Syif Umi gak nyangka ternyata calonmu itu punya hati ke kamu dari dulu. Kenapa kamu gak pernah cerita apa-apa ke Umi Syif? Umi kan pasti akan merestui kalian. Apa lagi dia itu baik akhlaknya dan bagus prestasinya serta keluarganya pun sudah menganggap kamu sebagai anak sendiri.”

Ucap Umi dengan wajah yang tersenyum penuh ketenangan.

“Syifa juga tidak tahu Umi, dia akan langsung melamar seperti ini. Syifa kira dia akan menganggap Syifa sebagai adik saja selamanya. Tapi ternyata dia berani langsung meberikan kepastian seperti ini. Syifa sendiri kaget dan bahagia sekali.”

Syifa bercerita dengan senyum yang tidak pernah lepas dari wajah.

4 bulan sebelum hari H…

Hari lamaran pun tiba. Acara berjalan lancar. Setelah acara lamaran, keluarga dari kedua belah pihak sibuk untuk berbincang agar bisa lebih mengenal satu sama lain.

Sementara itu ditengah keramain rumah Syifa. Kedua calon pengantin juga ikut berbincang berdua setelah acara lamaran mereka berdua berjalan lancar.

“Syif terima kasih kamu sudah mau menerima kakak yang seperti ini. Terima kasih juga sudah menungguku tanpa menghapkan balasan. Terimakasih pula untuk bersedia jadi calon ibu untuk anak-anakku nanti…”

Ucap seorang lelaki gagah nan tampan yang duduk bersebrangan dari Syifa yang terus menundukkan kepalanya karena malu.

“Iya kak, aku yang seharusnya berterimakasih karena kakak selama ini sudah memperlakukanku dengan baik sekali walaupun terkadang juga kakak itu menyebalkan dan aku harap untuk kedepannya kakak nggak akan berubah kak.”

Balas Syifa dengan pipi merona.

“Tentu aku akan berubah Syif setelah kita resmi menikah nanti.”

Bantah calon suami Syifa dengan senyum yang mencurigakan.

“Kok gitu kak?”

Syifa membalas dengan sedikit kesal.

“Aku akan berubah menjadi lebih mencintaimu setelah kita menikah nanti tentunya hahaha.”

Canda Kakak gagah itu.

“Ah…. Kakak ini ada-ada saja…hahaha”

“Aku kira kakak mau berubah jadi jahat sama aku. Hahaha”

Senyum lebar terlihat jelas di wajah Syifa.

“nggak mungkin lah Syif, kamu itu sudah kuanggap sebagai adik sendiri, mana mungkin aku berlaku jahat kepadamu.”

Gombal Si kakak.

Syifa semakin menundukkan kepala karena malu pipinya merah mendengar semua candaan sang calon suami.

Saat kemarin Syifa ditelpon ditengah acara remaja komplek. Ternyata si calon menelpon untuk menyatakan perasaanya kepada Syifa. Dia berjanji akan datang ke rumah Syifa di Jakarta dan melamarnya setelah Syifa selesai sidang skripsinya. Ternyata dia benar-benar menepati janjinya. Syifa melakukan ta’aruf ketika sedang menunggu jadwal sidang, kemudian dilamar setelah selesai sidang.

Rencana pernikahan pun sudah di depan mata. Tidak perlu menunggu lama, pernikahan sederhana yang akan diadakan 4 bulan lagi menjadi kesibukan kedua calon pengantin yang dibantu oleh keluarga dan sahabat terdekat.

Ditengah kebahagiaan semua orang, ada seorang lelaki patah hati yang tetap turut berbahagia namun luka parah dihatinya semakin bertambah perih seiring dengan bertambah dekat waktu pernikahan Syifa dan calon suaminya.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar