“Umi
ingin bertemu dengan dia dulu nak, Umi mau tau apa dia itu pilihan terbaik
untuk kamu kelak. Harapan umi cuma satu nak, Umi hanya ingin kamu bahagia
dengan siapapun pilihanmu nanti.”
Nasihat
Umi kepada Syifa. Setelah tiba-tiba Syifa pulang dengan wajah yang berseri-seri
sambil menceritakan apa yang terjadi.
“Iya
umi, Syifa janji Syifa akan memperkenalkan calon Syifa nanti setelah sidang
skripsi Syifa selesai 1 bulan lagi. Lagipula Umi sudah kenal baik dengan dia.
Jadi Umi tidak perlu khawatir tentang pilihan Syifa ini.”
Jelas
Syifa dengan hati yang tenang.
5
bulan sebelum hari H…
“Jadi
Syif bagaimana kelangsungan acara lamarannya dengan kakak itu sebentar lagi?
Lancar-lancar saja kan?”
“Alhamdulillah
lancar Wa sejauh ini… Semoga akan tetap lancar hingga hari H nanti. Aamiin.”
Jawab
Syifa dengan Lancar.
“Aamiin…”
Hilwa
ikut mengamini.
“Aku
beneran gak nyangka kamu bakalan jadi sama dia Syif! Aku kira kamu bakal
jadinya sama kakak yang lain itu loh…”
Sindir
Hilwa sambil tersenyum sendiri.
“Ah
kamu ini ada-ada saja. Aku sama dia mah gak ada apa-apa Wa…”
“Kan
aku sudah cerita sama kamu waktu itu siapa laki-laki yang aku kagumi selama
ini.”
“Kalau
kamu mau, sini biar aku comblangin aja kau sama dia…”
“Toh
aku juga punya feeling kalau kamu ada hati sama dia.”
Syifa
menimpali candaan Hilwa dengan candaan pula.
“Kamu
itu Syif yang ada-ada saja, Lagi pula mana mau dia denganku yang seperti ini.
Siapa tau dia sudah ada calon sendiri hahaha.”
Hilwa
dengan sikapnya yang suka merendah.
“Kamu
itu memang kurang apa sih Wa, udah cantik, baik, pintar, sholehah lagi…”
Tepis
Syifa.
“Yang
kurang itu calonnya Syif hahaha.”
“hahaha”
Tawa
mereka berbarengan.
“Semakin
ngelantur aja nih... Yasudah Wa aku mau beres-beres untuk pindahan ke Jakarta
dulu ya Wa. Nanti kita sambung lagi percakapannya.”
“Assalamualaikum…”
Pamit
Syifa.
“Waalaikumsalam…”
“Nanti
kabari jika kamu sudah di Jakarta ya…”
Balas
Hilwa.
Satu
minggu kemudian Syifa yang sudah selesai pindahan ke rumah lamanya di Jakarta
mulai sibuk dengan persiapan lamarannya awal bulan depan. Dia tidak sempat lagi
untuk berkumpul dengan teman-temannya di Jakarta sampai selesai acara.
“Syif
Umi gak nyangka ternyata calonmu itu punya hati ke kamu dari dulu. Kenapa kamu
gak pernah cerita apa-apa ke Umi Syif? Umi kan pasti akan merestui kalian. Apa
lagi dia itu baik akhlaknya dan bagus prestasinya serta keluarganya pun sudah
menganggap kamu sebagai anak sendiri.”
Ucap
Umi dengan wajah yang tersenyum penuh ketenangan.
“Syifa
juga tidak tahu Umi, dia akan langsung melamar seperti ini. Syifa kira dia akan
menganggap Syifa sebagai adik saja selamanya. Tapi ternyata dia berani langsung
meberikan kepastian seperti ini. Syifa sendiri kaget dan bahagia sekali.”
Syifa
bercerita dengan senyum yang tidak pernah lepas dari wajah.
4
bulan sebelum hari H…
Hari
lamaran pun tiba. Acara berjalan lancar. Setelah acara lamaran, keluarga dari
kedua belah pihak sibuk untuk berbincang agar bisa lebih mengenal satu sama
lain.
Sementara
itu ditengah keramain rumah Syifa. Kedua calon pengantin juga ikut berbincang
berdua setelah acara lamaran mereka berdua berjalan lancar.
“Syif
terima kasih kamu sudah mau menerima kakak yang seperti ini. Terima kasih juga sudah
menungguku tanpa menghapkan balasan. Terimakasih pula untuk bersedia jadi calon
ibu untuk anak-anakku nanti…”
Ucap
seorang lelaki gagah nan tampan yang duduk bersebrangan dari Syifa yang terus
menundukkan kepalanya karena malu.
“Iya
kak, aku yang seharusnya berterimakasih karena kakak selama ini sudah
memperlakukanku dengan baik sekali walaupun terkadang juga kakak itu
menyebalkan dan aku harap untuk kedepannya kakak nggak akan berubah kak.”
Balas
Syifa dengan pipi merona.
“Tentu
aku akan berubah Syif setelah kita resmi menikah nanti.”
Bantah calon suami Syifa dengan senyum yang mencurigakan.
“Kok
gitu kak?”
Syifa
membalas dengan sedikit kesal.
“Aku
akan berubah menjadi lebih mencintaimu setelah kita menikah nanti tentunya
hahaha.”
Canda
Kakak gagah itu.
“Ah….
Kakak ini ada-ada saja…hahaha”
“Aku
kira kakak mau berubah jadi jahat sama aku. Hahaha”
Senyum
lebar terlihat jelas di wajah Syifa.
“nggak
mungkin lah Syif, kamu itu sudah kuanggap sebagai adik sendiri, mana mungkin
aku berlaku jahat kepadamu.”
Gombal
Si kakak.
Syifa
semakin menundukkan kepala karena malu pipinya merah mendengar semua candaan
sang calon suami.
Saat
kemarin Syifa ditelpon ditengah acara remaja komplek. Ternyata si calon menelpon
untuk menyatakan perasaanya kepada Syifa. Dia berjanji akan datang ke rumah
Syifa di Jakarta dan melamarnya setelah Syifa selesai sidang skripsinya. Ternyata
dia benar-benar menepati janjinya. Syifa melakukan ta’aruf ketika sedang
menunggu jadwal sidang, kemudian dilamar setelah selesai sidang.
Rencana
pernikahan pun sudah di depan mata. Tidak perlu menunggu lama, pernikahan
sederhana yang akan diadakan 4 bulan lagi menjadi kesibukan kedua calon
pengantin yang dibantu oleh keluarga dan sahabat terdekat.
Ditengah
kebahagiaan semua orang, ada seorang lelaki patah hati yang tetap turut
berbahagia namun luka parah dihatinya semakin bertambah perih seiring dengan
bertambah dekat waktu pernikahan Syifa dan calon suaminya.
Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar